Sabtu, 29 Juni 2013

It is a HOLIDAY time!!!

hello, guys.... how are you today? hey, it is a holiday. you should happy! you can go with your parents to your grandma's house, maybe or just to take a rest from all your school tasks... hehheheh...
how actually, i don't go to my grandma's house yet. yeah, my family and I always go to my grandma's house on holiday. you should know my grandma's house in the village. it's so cool~ there is a beautiful scenery near my grandma's house. And I always like it. but, I often have a cold there, specially at rainy season. I always feel cold at night and rainy season. but, I always happy there.
unfortunately, until today i can't go there because i have to go to my school to take some practices of Karate and do English Club's activities. I just enjoy this activities although I ever got a bored of this.
but, I always try to keep my spirit and remember this word: "Don't do what you love, but love what you do."
It's a simple word, but give a huge spirit :)
Enjoy your HOLIDAY, guys... Ciao ciao!

Senin, 15 April 2013

Who can make your days will so colorful~

Hello, girls! aha, it is my first journal. kekeke~ I get an inspiration to write my journal from my best friend. I don't know what should I say now. but, I just wanna say thanks to all my friends. because you give me an inspiration and motivation. you make my days more colorful ^^
you give me new experiences that I never did before. for the example, I never ride my motorcycle when there was a heavy rain. it was an amazing experience! yah, although I got a mad from my dad~ but, you should know that I cannot forget that!
beside that, I rarely cried to other people. but, you can make me cried, friends! ah, I remember about that. huhuhu~ but, I was so happy because you believe in me. hmmm... although we often have a different idea, but when you are not in my side, i fell so lonely.
Now, I know what is the real meaning of friend. someone that can make your life more colorful, said or happiness. you will fell this with your friends~ ^^
I love you so much, my friends~~~


Selasa, 17 Juli 2012

cerpen1


I Need Love
Oleh: vriskha

“Siapa dia? Berani-beraninya dia ngomelin gue. Gue sebel sama dia!”
“Udahlah, Sen.”
 “Kenapa tadi gue gak ngelawannya? Lo pasti tahu apa yang gue rasakan. Gue sebel denger omelannya! Kalo gue bisa nendang dia rasanya kaya’ ngebelah atmosfer berlapis-lapis, meluncur bareng paus akrobatis, dan menuju rasi bintang paling manis. Sayangnya, gue gak bisa ngelakuin itu karna dia sahabat kita. Kenapa aku dan dia dipertemukan?!” Ucap Sendy dengan berbagai ekspresi.
 “Cukup, Sen. Cukup. Aku udah gak tahan lagi! Bukankah udah biasa lo sama dia berantem kaya’ gini? Dan pada akhirnya dia, lo, gue tetep bersahabatkan?”
“Gue sebel setengah mati!” ucap Sendy dengan mata yang mau keluar.
“Terserahlah apa maumu.” Ujarku sambil berjalan dibelakangnya.
“Gak asik lo.” Sendy terus berjalan didepanku. Kami terus berjalan tanpa obrolan. Aku asik sendiri dengan BBku dan sesekali melihat Sendy yang sedang meratapi nasibnya.
“Fer, gue haus.” ucap Sendy tiba-tiba.
“Ya ke kantinlah.”
“Gak punya uang.” Dia menghentikan langkahnya dan memelas kepadaku.
Gue segera memberinya uang tanpa berkata apapun.
“Lo gak ikut?” tanyanya setelah gue beri uang.
“Enggak deh. Gue balik ke kelas dulu aja soalnya ada pr yang belum selesai.” Balasku asal.
“Ya udah.” Sendy berjalan ke kantin tanpa menoleh.
“Di beri uang aja langsung senang. Dasar Mrs. Krab.” Gumanku.
Gue, Sendy, Rio sudah lama menjadi sahabat. Gue dan Sendy adalah saudara. Nyokap Sendy adalah adik nyokapku. Jadi gak heran kalo aku dan Sendy menjadi sobat. Sedangkan Rio, gak tau dari mana asalnya. Tiba-tiba aja dia jadi sobat gue. Padahal dia cowok sendiri. Dan semenjak Rio jadi sahabat gue dan Sendy, tiap hari Sendy kerjanya cuman berantem sama Rio. Kalo gak berantem gak lengkap kali ya. Tapi anehnya, setelah berantem mereka jadi akur lagi. Kaya’ Tom and Jerry, kadang-kadang berantem, kadang-kadang akur. Sungguh terlalu.
Gue segera menuju ke kelas. Dalam perjalanan, tiba-tiba ada tangan yang menyentuh kepala gue.
“RIO!!!” teriakku kesal dan hampir memukulnya dengan BB yang ada di tanganku.
“Kok tahu sih?” tanyanya polos seakan tak berdosa.
“Guekan udah bilang, jangan pernah sentuh kepala gue!” Gue marah dan memukul pundaknya dengan tanganku, bukan dengan BBku.
“Jangan beneran dong mukulnya. Sakit tau.” Ucapnya.
“Biarin. Kalo lo megang kepala gue lagi, gue gak akan ampunin lo.” Ancamku.
“Oke. Ampun, ampun.” Pintanya.
“Baiklah.” Jawabku sambil menghela nafas panjang.
“Sendy ada di kantin. Dia habis marah-marah gara-gara kamu omelin. Untungnya dengan di kasih uang aja dia udah seneng. Cepet samperin dan jangan buat dia marah lagi. gue udah bosen dengerin omelannya.” Lanjutku.
“Oke!” Ucapnya sambil memegang kepalaku dan segera pergi.
“RIO!!!” teriakku.
“Dasar Rio!” Kesalku.
Gue segera ke kelas dan mengerjakan tugas. Tapi, saat di depan kelas, gue mendengar sesuatu.
“Biarin aja, Ris. Biarin dia pergi. Banyak yang lebih baik dari dia kok.”
“Iya, Ris. Jangan nangis lagi.”
“Kalian taukan, dia bilang kalo dia suka sama...”
KRING... KRING... KRING...
“Jangan nangis lagi. Anak-anak nanti liat kamu nangis.”
“Baiklah.”
“Riska nangis? Kenapa dia? Habis diputusin Rio?” tanyaku dalam hati.
Anak-anak segera masuk ke kelas. Namun, gue masih berdiri di samping pintu dan memikirkan apa yang baru aja gue denger dan gue lihat.
“Fer, lo gak masuk kelas?” tanya Sendy yang tiba-tiba datang dan gue gak pernah tahu kapan dia datang.
“Iya.”
“Lo udah ngerjain pr?”
“ASTAGA!!! GUE BELUM NGERJAIN PR!!!” Gue segera berlari ke kelas dengan segala kepanikan stadium lanjut yang tak bisa ditolong lagi. Dengan sigap, gue ngeluarin buku dari tas gue dan tas Sendy lalu berkata.
“Gue pinjem buku lo, Sen.”
Namun, keberuntungan gak memihak gue. Hari yang gue takutin tiba akhirnya. Guru paling killer itu langsung menuju bangku gue dan merampok buku Sendy. Gue hanya bisa bengong dan berusaha berkata.
“Bu, itu buku Sendy. Bukan buku saya.”
Sesegera mungkin, Mrs. Emy mengembalikan buku Sendy dan mengambil bukuku.
“Fera, sudah berapa kali ibu bilang kalau mengerjakan pr itu di rumah, bukan di sekolah. Ini bukan yang pertama kalinya kamu tidak mengerjakan pr. Tapi, sudah berkali-kali. Dan ibu pernah bilang kalau kamu tidak mengerjakan pr, kamu akan saya hukum untuk tidak mengikuti pelajaran saya dan berdiri di lapangan. Sekarang, segera lakukan!” perintah Mrs. Emy setelah mengomel panjang tanpa titik dan koma.
“Saya tadi mau ngerjain, tapi gak jadi. Besok saya kerjakan tugas di rumah, Bu. Sungguh. Saya tidak bohong. Jangan sekarang, Bu.” Pintaku memelas.
“Tidak bisa. Besok tidak ada pelajaran ibu. Sekarang laksanakan!” bentak Mrs. Emy.
“Siap, Kapten.” Jawabku lesu.
Dengan perasaan campur aduk, gue langsung berjalan kelapangan diiringi tawa dari temen-temen gue. Kaya’nya mereka seneng banget ngeliat gue menderita seperti ini. Sebenarnya, gue seneng gak ikut pelajaran Mrs. Emy. Tapi, gue benci disuruh berdiri di lapangan waktu matahari lagi terik-teriknya. Bikin kulit item!
Keesokan harinya, seperti biasa gue sampai di sekolah hampir telat. Pak satpam segera nyuruh gue masuk sebelum gerbang ditutup.
“Ayo cepat masuk! Gurunya sudah masuk kelas!” Kata Pak Satpam yang selalu dia katakan di pagi hari.
“Iya, Pak.” Jawab gue lesu. Gue berjalan dengan lambat kaya’ jaguar yang lagi mencret. Gue hapal banget, Pak Satpam selalu boong. Katanya, guru udah masuk kelas. Eh, ternyata kata ‘kelas’ diganti jadi ‘zoo’. Betul deh, gurunya udah masuk zoo (Gurunya mau ngapain ke kebun binatang? Nyamain wajah? (peace) ^^v).
Waktu gue di depan kelas, gak seperti biasanya, Riska dateng menghampiri gue. Gue heran. Gue mikir dia mau ngasih hadiah karena gue udah jadi murid paling terlambat.
“Fera, ini hadiah buat kamu karena kamu sudah menjadi murid paling terlambat tahun ini. Selamat, ya.”
“Iya, sama-sama”. Jawabku dengan senyuman yang dibarengi jepretan dari kamera wartawan yang mengantri untuk mewawancarai kebahagiaan gue menjadi murid tidak teladan selama beberapa periode ini. Setelah penobatan itu, gue jadi murid paling terkenal se-antero jagad raya karena status gue sebagai murid paling terlambat. Tapi, itu cuma khayalan gue.
Riska melangkah semakin dekat. Tiba-tiba dia menarik tanganku.
“Gue mau ngomong sama lo secara pribadi.”
Gue hanya diam dan mengikuti kemanapun yang dia mau. Gue bingung. Gak seperti biasanya Riska mau bicara sama gue dan secara PRIBADI pula. Sangat mencurigakan.
Dia menghentikan langkahnya dan melepaskan tanganku di depan... toilet. (=___=’)
“Ris, mau ngapain? Kok di toilet? Gak ke kantin aja?” Tanyaku heran.
“Hmmm...” Dia hanya diam dan menundukkan kepalanya.
“Ris?” tanyaku sambil melihat wajahnya yang sedari tadi ditekuk.
“Fer...” Ucapnya tiba-tiba dan dia mengulurkan tangannya.
“Selamat ya...” lanjutnya dengan senyumnya yang manis.
“Hhh...” Gue bingung kenapa dia memberi selamat ke gue?
“Selamat ya... Gue harap lo bisa jaga dia baik-baik.” Lanjutnya.
“Tunggu dulu. Apa sih maksud lo? Gue bener-bener gak ngerti.”
“Gak usah malu kok. Gue ikhlas kalo lo jadian sama dia.” Lanjutnya. Hal itu semakin membuatku bingung.
“Jadian sama siapa? Kaya’nya ada yang salah.” Tanyaku sambil menggaruk kepalaku yang gak gatal.
“Bukannya...”
“Kenapa kalian ada di sini? Bel sudah berbunyi dari tadi.” Tiba-tiba muncul guru yang tak dikenal.
“Maaf. Kami tidak dengar.” Jawabku dan langsung pergi. Mungkin, guru itu nyangka kalo gue ada masalah sama pendengaran. Tapi, memang gue gak dengar bel masuk berbunyi.
Gue dan Riska segera ke kelas. Untunglah, gurunya belum datang. Gue langsung menuju bangku. Sendy mendekat dengan expresi ingin tahu.
“Ada apa, Fer?” tanyanya sambil mendekatkan kursinya.
Nothing.”
“Gak asik lo.” Ucapnya sambil mengembalikan kursinya ke tempat semula.
Gue hanya diam dan mikir apa yang sedang terjadi. Kenapa Riska tadi menberi selamat ke gue, terus bilang kalo gue harus jaga ‘dia’ baik-baik, dan dia ikhlas kalo gue jadian sama ‘dia’. Sebenarnya ‘dia’ itu siapa? Arrgh~ Kenapa tadi ada guru yang tak dikenal tiba-tiba muncul? Gue jadi gak tahu alasannya.
Waktu istirahat, Sendy langsung ngajak gue ke kantin. Di kantin, Sendy tiba-tiba nanya ke gue tentang apa yang Riska omongin ke gue. Padahal, gue gak ngerti apa yang Riska omongin.
“Fer, Riska tadi ngapain?” Tanya Sendy dengan menatap mataku.
“Gue juga gak ngerti apa yang dia omongin.” Jawabku jujur.
“Yah, lo gak asik.” Ucapnya dengan menunduk lesu seakan-akan kehilangan harapan.
“Biarin!” Balasku.
“Gue juga lagi mikir.” Lanjutku smabil mengotak-atik BB.
“Kebanyakan mikir lo.” Ucapnya sambil meneguk es jeruk pesanannya.
“Hai.” Sapa seseorang.
“Hai.” Jawab Sendy.
“Fer.” Sapanya.
Gue mengalihkan tatapan ke arahnya.
“Eh, Rio. Iya.” Balasku dan kembali menatap Bbku.
“Eh, gue pergi dulu ya.” Lanjutnya dan dia pergi begitu saja.
“Mau kemana?” Tanyaku sambil melihat dia pergi.
 “Anak itu.” Gumanku.
Rio duduk di depan gue. Dia hanya diam saja, sedangkan gue asik sendiri dengan BB.
“Lo mau pesen es jeruk lagi? Gue traktir.” Tanya Rio.
Gue ngeliat dia. Beneran dia mau menraktir gue? Dengan senang hati gue jawab,
“Boleh. Thanks, ya.”
“Iya.” Jawabnya.
Kami melanjutkan kegiatan masing-masing. Rio diam dan gue kembali ke BB (lagi). Kami terus begini sampai pesanan datang.
“Hmmm...” Rio tiba-tiba berdehem.
“Fer, gue boleh nanya gak ke lo?” lanjutnya.
“Boleh.”
“Lo mau gak jadian sama gue?” Gue kaget. Gue langsung menatapnya. Tiba-tiba jantung gue berdebar keras.
“Maksudmu?”
“Gue suka ke lo.” Jawabnya dengan senyuman yang membuatnya lebih tampan.
Gue nelen ludah. Gue gak tau harus jawab apa. Gue kikuk. Gue teringat pada Riska.
“Jadi, karena ini kemarin dia nangis dan tadi tiba-tiba ngasih selamat ke gue.” Pikirku.
“Lo beneran suka sama gue?”
“Iya.”  Jawabnya.
“Gue gak tau harus jawab apa. Gue bingung.”
“Lo gak usah jawab sekarang. Pikir-pikir dulu aja.” Pintanya.
Gue jadi pusing tujuh keliling. Gak tau harus ngapain. Gue jadi inget kata seseorang, kalo lagi dalam keadaan mendesak, cara yang paling jitu adalah  pura-pura mati, ‘Mati!’. Tapi, kalo pura-pura mati sekarang malah gak bertanggung jawab banget. Gak jadi deh.
“Apa yang lo suka dari gue? Gue gak rajin-rajin amat, baik juga gak terlalu, suka terlambat sekolah, dan yang paling penting gue agak lebay tapi, bukan alay.” Jelas gue untuk meyakinkan dia kalo dia salah orang.
“Lo itu cantik, pintar, asik diajak ngobrol, dan baik kok. Yang paling penting lo itu jujur, apa adanya.” Jawabnya mantap.
Gue tertegun. Dia bisa menjawab dengan baik. Apa yang harus aku lakukan? Gue jadi inget tentang Riska. Diakan dulu pacarnya. Dan kemarin dia nangis, berarti baru kemarin dia diputusin Rio. Tadi dia ngasih selamat ke gue, berarti kemarin Rio bilang ke Riska kalo dia suka gue. Dan Riska ikhlas kalo gue jadian sama Rio. Gue tau apa yang harus gue lakukan!
“Baiklah, gue akan ngasih jawabannya sekarang.” Ucapku mantap.
“Gue mau kita kaya’ dulu. Cuma sahabatan doang.” Lanjutku. Mendengar hal itu, Rio menjadi lesu.
“Kenapa, Fer? Apa gue kurang baik?” tanyanya seakan gak terima.
“Lo malah terlalu baik buat gue.”
“Jadi, gue harus lebih jahat sama lo?” tanyanya polos.
“Bukannya gitu. Lo lebih pantes sama Riska. Riska itu lebih baik dari gue. Buktinya dia bilang ke gue kalo dia ikhlas kalo kita jadian. Kalo gue terima lo, gue kaya’ orang yang jahat banget. Sebagai sahabat, gue nyaranin kalo lo balik sama Riska. Tapi, itu terserah hati lo. Gimana?” Ucapku panjang lebar sambil menepuk pundaknya agar lebih meyakinkan dia.
“Oke. Gue pertimbangin dulu. Thanks atas sarannya.” Jawabnya.
“Iya.”
Gue jadi ngerasa bersalah menolak dia. Tapi, bagaimana lagi. Gue gak mau ngeliat Riska sedih gara-gara gue. Walaupun dia ikhlas, seikhlas apapun, tapi gue tetep ngerasa bersalah. Gue kan juga cewek, walaupun gue belum pernah patah hati, gue tahu apa yang akan dia rasakan. Lebih baik gue gak punya pacar daripada liat temen gue nangis gara-gara gue. Gue cuma mau hidup damai sama temen-temen gue. Dan itu yang gue butuh, cinta dari temen-temen dan sahabat gue. ^^



PS: cerpennya cuma buat iseng-iseng aja. so, maklum kalo agak aneh atau bahkan aneh. hehehe~
      comment, please. ^^